Minggu, 03 Februari 2013

Pernyataan Habib Rizieq Tentang Lucifer dan Illuminati


          Ditolaknya konser lagu Lady Gaga beberapa waktu lalu oleh FPI sedikit mengejutkan saya. Bukan karena faktor dari Lady Gaga, tapi lebih karena faktor si pembuat statemen, yaitu Habib Rizieq. Habib Rizieq berkata ke media nasional bahwa Lady Gaga adalah seorang Iluminatus (anggota Iluminati) yang memuja Lucifer. Bagi saya pribadi, pernyataan Habib Rizieq sudah kelewat batas. Dia adalah simbol kepemimpinan Islam tapi kata-katanya sudah mencampuradukkan antara kepercayaan Nasrani dengan Islam dan tidak menggambarkan kecerdasan samasekali. Mungkin Habib Rizieq “lupa” bahwa dalam Islam tidak dikenal dengan istilah teori konspirasiIluminati, Freemason atau perangkat-perangkat yang otomatis mengikutinya sepertiThe New World Order atau Lucifer (sebagai sosok yang dipuja mereka).
Sebagai seorang role model bagi muslim, seharusnya Habib Rizieq lebih berhati-hati dalam berbicara dan turut mempertimbangkan ekses dari statementnya yang bias. Dan bagi saya pribadi, statement Habib Rizieq selain mencampuradukkan kepercayaan agama tapi juga kelewat konyol karena membahas Iluminati dan Freemason serta Lucifer yang tidak bisa dibuktikan secara empiris. Berikut adalah penjelasannya.
Lucifer
          
           Secara tradisional, makna Lucifer merujuk iblis atau setan, terutama sosok yang disebut dengan fallen angel atau malaikat jatuh. Dalam cerita kristiani (benarkan kalau saya salah), Lucifer adalah ex-malaikat yang terjatuh (diusir) dari surga karena berusaha melawan Tuhan dan kemudian dikirim ke Neraka.
Dari sedikit deskripsi dapat kita lihat bahwa Lucifer adalah cerita dalam religiositas Kristen, yang tidak ada sangkut pautnya dengan Islam samasekali. Seumur hidup saya membaca/mendengarkan terjemahan Quran dan puluhan atau bahkan ratusan hadist, belum pernah saya menemukan ayat atau kalimat yang menggambarkan konsep Lucifer (Benarkan saya jika salah). Kalaupun kita mencari-cari kejadian yang mirip dengan apa yang dialami Lucifer adalah pengusiran Iblis karena tidak mau tunduk di depan Adam, itupun dengan pemahaman bahwa Iblis memang sudah iblis sejak awal, bukan Malaikat. Dengan dasar pemahaman yang saya miliki ini, maka saya untuk sementara berhipotesis bahwa Habib Rizieq sudah mencampuradukkan antara teologi Kristen dan Islam.
Freemason & Iluminati

          Secara sederhana, Freemason adalah sebuah organisasi sekular. Maksudnya, Freemason adalah sebuah organisasi yang terdiri dari kaum sekular diseluruh dunia dan mempunyai latar belakang reliji yang beragam (Jasper,JE. 1956: Spiritiual Values of Freemasonry, ’S-Gravenhage). Selain itu dalam acara Discovery Channelbeberapa minggu silam, saya menyaksikan banyak pengakuan anggota Freemason yang berasal dari Agama Islam, Kristen dan Yahudi, yang mana hal ini diluar dugaan saya pada awalnya.
Tujuan organisasi Freemason adalah menciptakan pola pikir sekularisme, yakni bentuk pemikiran yang memisahkan antara ajaran agama dengan hukum formal negara. Hal ini dikarenakan faktor traumatik yang dialami ilmuwan-ilmuwan Eropa pada masa kekuasaan gereja dahulu, dimana ilmu pengetahuan dikekang sedemikian rupa dan ilmuwannya pun dihukum mati karena dianggap melanggar ketentuan gereja (sepertiGalileo dan Nicolaus Copernicus). Pengekangan ekstrim gereja terhadap sains inilah yang membuat kaum ilmuwan bersatu dan menciptakan organisasi Freemason yang menyuarakan kebebasan berpikir ilmiah dari kekangan dogma agama.

          Iluminati kurang lebih sama seperti Freemason, yang berbeda hanya bahwa Iluminati didirikan ditahun yang lebih modern (1776). Baik Iluminati atau Freemason adalah sama-sama gerakan kebebasan yang merupakan reaksi dari dogma kaku kekuatan gereja di Eropa. Singkatnya, Iluminati dan Freemason adalah organisasi reaktif yang diakibatkan dominasi Gereja pada masa itu. Iluminati dan Freemason tidak punya hubungan samasekali dengan sihir apalagi agama pagan atau pemujaan terhadap iblis/setan. Ilumati dan Freemason adalah gerakan sekuler itu sendiri, yang kalau kita bicara mengenai penguasaan dunia, 99% negara di dunia sudah menganut prinsip sekularisme (termasuk peraturan perundang-undangan di Indonesia).

          Lalu apa yang menyebabkan cerita-cerita bombastis seputar Iluminati dan Freemason begitu bergumuruh, bahkan dalam komunitas Non-kristiani sekalipun? Jawabannya sederhana: karena sebuah buku fiksi! The Illuminatus Trilogy karya Robert Shea. Penulis inilah yang membawa isu seputar Iluminati dan Freemason yang sebenarnya urusan dalam kegiatan religiositas historis Kristen menjadi terbawa ke dalam wacana-wacana yang terkait dengan kegiatan religiositas Islam. Penulis ini juga yang bertanggungjawab atas munculnya teori-teori konspirasi hiperbolik mengenai The New World Order seperti dalam film-film anime Jepang.
Secara tidak sadar Habib Rizieq mungkin sudah termakan cerita-cerita hiperbolik ini, mengaitkan Freemason dan Iluminati sebagai penyembah Iblis, penyembah Dajjal dan lain sebagainya. Dari segi ilmu sejarah pun tidak ada hubungan antara gerakan Iluminati dengan peradaban Islam samasekali. Definisi Iluminati itu sendiri merujuk pada gerakan pembaharuan di Eropa yang berusaha memisahkan urusan agama (kristen) dengan urusan negara, jadi sama sekali tidak ada unsur unsur Islam di dalamnya.
The New World Order

         Penjelasan untuk istilah The New World Order (TNWO) ini mungkin tidak terdengar asing ditelinga kita. TNWO adalah sebuah rencana untuk mempersatukan dunia dibawah satu rezim, setidak-tidaknya itu yang dikatakan oleh pendukung teori TNWO. Dalam bayangan orang awam, konspirasi untuk mempersatukan dunia ini adalah dengan gerakan-gerakan mistis super-rahasia dengan bantuan iblis (atau Lucifer) dan memanfaatkan armada hard-power (militer). Faktanya, gerakan ini sifatnya jauh lebih rahasia ketimbang bayangan kita namun pada saat yang sama format dari komunitas gerakan ini samasekali tidak rahasia dan bahkan bagi anda bekerja di deplu, ini adalah makanan anda sehari-hari. Gerakan ini, secara ilmiah, tidak ada hubungannya dengan Lucifer atau makhluk gaib lainnya. Gerakan TNWO murni gerakan politik yang berorientasi pada kekuasaan dan kekuatan ekonomi politik. Bila saya sederhanakan, TNWO adalah sebuah gerakan untuk mempersatukan dunia dibawah suatu rezim super.

          Terdengar berlebihan? Kalau kita menelan penjelasan itu secara mentah-mentah dan menggunakan referensi non-ilmiah mungkin kita melihat ini hanya omong kosong belaka. Tapi mari kita gunakan disiplin ilmu politik Internasional untuk mengetahui apakah kegiatan semacam ini memang benar-benar ada di dunia atau hanya khayalan para penulis novel saja. Untuk menghubungkan antara  TNWO dengan politik Internasional, maka disini saya akan menggunakan penjelasan dalam Teori Globalisasi.
Globalisasi & Unipolarisme
Sesuai dengan tulisan saya sebelum-sebelumnya, maka postulat globalisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk menyeragamkan. Penyeragaman ini terjadi di berbagai sektor, salah satunya adalah sospol. Gejala penyeragaman politik terlihat salah satunya dari kampanye AS dalam menyebarkan faham demokrasi. Sedangkan penyeragaman masalah sosial adalah salah satunya melalui kampanye HAM.
Karena sifatnya yang merupakan sebuah proses (proses menyeragamkan), maka globalisasi butuh pemimpin atau kutub. Pertanyaannya adalah siapa kutubnya? Dengan melihat konstelasi polarisme pasca perang dunia II, maka dapat kita sederhanakan bahwa ada 2 periode negara yang mendominasi: Periode satu adalah perebutan hagemoni (bipolarisme) antara Uni Soviet dengan AS dari 1945 - 1990 dan periode kedua adalah masa unipolarisme AS dari 1990 hingga hari ini. Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas unipolarisme global yang berkiblat kepada AS sesuai dengan banyak teori konspirasi yang dengar di lingkungan saya. Perlu dipahami bahwa muara dari proses globalisasi adalah globalisasi ekonomi (J. Bhagwati) yang kemudian memberikan efek ke bidang lain seperti politik dan militer.
Pada dasarnya, hasrat terdalam sekaligus paling sederhana AS adalah “menguasai dunia”. Menguasai dunia disini tidak selalu diterjemahkan menguasai dengan tentara atau kelompok-kelompok tempur seperti dalam film science-fiction Hollywood. Menguasai dunia bisa diartikan sebagai sebuah keadaan dimana AS mampu mengontrol pemerintahan negara-negara lain melalui politik transaksional, soft-power ataupun hard-power. Contohnya dapat kita lihat di negara kita sendiri dimana telah terjadi politik transaksional antara rezim SBY denganp pemerintah AS. Rezim SBY yang banyak dibiayai oleh pemerintah AS (silahkan cek di Wikileaks dan reaksi pemerintah AS sendiri yang tidak pernah menyangkalnya) mempunyai beban “balas budi” kepada AS, salah satunya adalah dengan membiarkan SDA Indonesia untuk habis-habisan di eksploitasi oleh korporasi AS. Kondisi ini sudah termasuk ke dalam tujuan AS untuk menguasai dunia, melalui eksploitasi SDA.

          Mengapa harus AS yang menjadi kutub unipolarisme? Kenapa tidak Jepang, Jerman atau Italia? Hal ini menyangkut erat dengan fenomenon pasca perang dunia II, yaitu bangkrutnya negara-negara Eropa. Bangkrutnya negara Eropa pasca PD II waktu itu dilihat AS sebagai ancaman terhadap demokrasi karena posisi Geopolitik Uni Soviet yang dekat dengan Eropa, sehingga dikhawatirkan faham komunisme akan dengan mudah menjalar hingga Eropa bagian barat. Dari sinilah Amerika mulai melakukan kebijakan ekonomi internasionalnya dengan mengadakan program Marshall Plan. Marshall Plan yang utamanya adalah pinjaman lunak kepada negara-negara Eropa (Jerman, Italia, Belanda, Prancis, Inggris dan lain-lain) merupakan proses globalisasi politik pertama AS pasca PD II: Negara-negara penerima dana Marshall Plan wajib mengimplementasikan sistem politik demokrasi dan menolak masuknya komunisme. Politik ini tentu saja memperkokoh pengaruh AS di wilayah Eropa, yang pada hari ini dapat kita lihat hasilnya. Tidak ada negara lain di dunia pada masa itu selain AS yang memberikan kredit masif kepada banyak negara sekaligus (bahkan Soviet pun tidak sebesar itu), sehingga dapat dipahami kenapa AS kini di “vonis” sebagai aktor globalisasi.
Apa hubungan TNWO dengan Globalisasi? Sangat jelas bahwa terdapat persamaan tujuan dari kedua teori tersebut. TNWO: Mengintegrasikan (menyatukan) sekaligus menyeragamkan dunia (Jesper, JE); Globalisasi: Mengintegrasikan dan juga menyeragamkan dunia (Gill, S). Bedanya hanya di Istilah: TNWO populer dikalangan awam dan pemuja teori konspirasi; sedangkan Globalisasi populer dikalangan akademisi sosial politik. Bagi akademisi sospol, istilah TNWO terdengar begitu konyol dan cenderung diabaikan karena sifatnya yang lebih acak dan tidak ilmiah (pemujaan setan, Dajjal dll), termasuk bagi saya. Sebaliknya, Globalisasi dilihat sebagai sebuah isu yang senantiasa diperdalam karena inilah agenda raksasa negara superpower seperti AS terhadap negara-negara di dunia tanpa terkecuali. Pada tingkat yang lebih kompleks globalisasi juga dilihat sebagai sebuah input dalam kebijakan politik dalam negeri sebuah negara.

          Kenapa saya bahas mengenai The New World Order dalam bahasan mengenai Habib Rizieq dan ucapannya ini? Karena secara tidak langsung saat Habib Rizieq bicara mengenai iluminati, saya terpaksa berasumsi (karena anggapan saya HR adalah orang cerdas berwawasan luas) bahwa dia juga telah mempertimbangkan bersatunya dunia dibawah satu rezim atau kekuatan tertentu. Dalam teori konspirasi modern, Iluminati adalah organisasi super rahasia yang bertujuan menyatukan negara-negara di seluruh dunia. Teori itulah yang menjadi dasar keyakinan saya bahwa Habib Rizieq juga pastinya sudah memikirkan mengenai TNWO.
Jadi kesimpulannya tetap berada di tangan anda, apakah pernyataan Habib Rizieq ini adalah pernyataan yang cerdas sekaligus benar atau pernyataan dangkal yang benar? Atau justru mungkin pernyataannya itu salah total? Kesimpulannya ada di dalam pikiran anda para pembaca, tugas saya dalam tulisan ini hanya menyambaikan sebagian fakta-faktanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar